Seedbacklink

,

Tolak Uang Damai Rp 120 Juta, Pemilik Usaha Penggilingan Padi Ditetapkan Tersangka

Orbit Raja Karya
Sabtu, 28 Juni 2025, 13.14 WIB Last Updated 2025-06-28T06:14:17Z
ORBITRAYA.COM, Pekalongan — Nasib nahas menimpa Rohmat Ngadio (55), seorang pengusaha penggilingan padi asal Desa Sembungjambu, Kecamatan Bojong, Kabupaten Pekalongan. Ia ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan pencurian besi panggung hiburan setelah menolak membayar uang damai sebesar Rp 120 juta yang diminta oleh pihak pelapor.

Kejadian bermula pada Rabu, 2 April 2025, saat di halaman usaha penggilingan padi milik Rohmat dipasang panggung hiburan musik dangdut untuk keperluan warga desa. Panggung berukuran besar itu dipasang tanpa izin pemilik lahan. Meski demikian, Rohmat tidak mempermasalahkannya demi kepentingan warga.

Namun, usai acara hiburan berakhir, panggung tidak segera dibongkar. Bahkan dua minggu setelahnya, struktur besi masih berdiri dan mengganggu aktivitas usaha. Saat rangka besi sebagian roboh akibat hujan dan angin, Rohmat dan warga mulai membersihkan puing-puing yang dianggap mengganggu. Berdasarkan kesepakatan panitia dan warga, potongan besi rusak yang dianggap tidak terpakai dijual ke pengepul rongsok seharga Rp 3,6 juta. Uang hasil penjualan pun diserahkan ke kas musala desa untuk kepentingan bersama.

Beberapa hari kemudian, pemilik panggung melaporkan kehilangan potongan besi ke Polsek Bojong. Mediasi pertama dilakukan pada 17 April 2025 di rumah Rohmat dengan melibatkan aparat desa, panitia acara, dan warga. Kesepakatan dicapai: barang dikembalikan, dan panitia menebus potongan besi dari pengepul seharga Rp 4 juta, lalu menitipkannya ke Polsek Bojong pada 22 April 2025.

Namun bukannya berakhir damai, pada 12 Mei 2025 Rohmat justru menerima surat pemanggilan sebagai saksi atas laporan pencurian. Pada 16 Mei, setelah pemeriksaan BAP, ia dibawa ke ruangan Kapolsek dan bertemu dengan pelapor yang meminta uang damai sebesar Rp 120 juta. Rohmat hanya terdiam karena khawatir salah bicara.

Menurut kuasa hukumnya, Muhammad Zaenuddin, permintaan uang damai itu ditolak oleh panitia dan warga karena dianggap tidak masuk akal. Bahkan saat mereka menawarkan ganti rugi sebesar Rp 10 juta, pihak pelapor menolak dan justru tertawa.

Kasus kemudian berlanjut ke tahap penyidikan. Pada Senin, 23 Juni 2025, Rohmat dipanggil kembali ke Polsek Bojong untuk BAP tambahan. Di hari yang sama, ia ditetapkan sebagai tersangka dan langsung ditahan di Polres Pekalongan pukul 16.30 WIB.

Zaenuddin menilai proses hukum yang menimpa kliennya janggal dan cacat prosedur. “SPDP tidak pernah diterima hingga saat klien saya ditahan. Surat penahanan pun baru diterima keluarga keesokan harinya. Artinya penetapan tersangka tidak sah karena prosedur dilanggar,” tegasnya.

Pihaknya telah mengajukan surat permohonan penangguhan penahanan, serta mempertimbangkan langkah hukum lebih lanjut. Zaenuddin juga menekankan bahwa proses mediasi sebelumnya telah memenuhi syarat untuk penyelesaian lewat restorative justice (RJ), namun tidak diakomodasi oleh kepolisian.

“Semua unsur RJ sudah terpenuhi. Barang dikembalikan, ada kesepakatan damai, dan kerugian sudah ditanggung. Tapi yang muncul justru tekanan untuk membayar Rp 120 juta. Seolah-olah penetapan tersangka ini digunakan sebagai alat tekan,” jelasnya.

Sementara itu, Kasat Reskrim Polres Pekalongan, AKP Danang Sri Wiratno, membenarkan bahwa Rohmat telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan. Menurutnya, hingga saat ini belum ada permohonan RJ maupun surat penangguhan penahanan yang masuk.

“Proses sudah berjalan. Kalau memang belum ada yang ajukan RJ, ya tidak bisa kami proses. Tapi kejadian itu memang ada dan sudah terungkap,” ujarnya singkat melalui sambungan telepon.***/Rls.