ORBITRAYA.COM, Jakarta - Langkah tegas Kortas Tipikor Polri yang menetapkan tersangka dalam perkara PLTU mangkrak di Kalimantan Barat, seolah membelalakkan mata rakyat Indonesia, bahwasanya ada bisnis yang tidak sehat di balik kinerja manajemen PT PLN (Persero).
Berbagai respons pun muncul, agar kasus yang menyeret mantan Dirut PLN Fahmi Mochtar itu, bisa menjadi pintu masuk penegak hukum, untuk mengusut berbagai kasus dugaan korupsi di PLN yang kini di bawah kendali sang Dirut Darmawan Prasodjo.
Salah satu konsep yang ditaksir menelan anggaran negara dalam jumlah besar di era Darmo adalah Trasformasi Digitalisasi sebagai proyek ambisius PT PLN (Persero) yang diharapkan menjadi motor transisi energi nasional. Karena faktanya, jargon yang kerap digaungkan sangat jauh dari janji yang diharapkan.
Sebaliknya, dalam empat tahun terakhir, masyarakat justru berulang kali dihadapkan pada pemadaman listrik skala besar alias Blackout.
Kondisi itu semakin diperburuk dengan berbagai peristiwa yang memicu keresahan masyarakat Indonesia yang notabene pelanggan setia PLN mulai sejak kepemimpinannya di tahun 2021. Bahkan semua itu sangat kontras dengan ribuan penghargaan yang diterima Darmo sebagai arsitek transformasi digital di perusahaan pelat merah tersebut.
Berdasarkan catatan media dan laporan warga menunjukkan bahwa sedikitnya ada 6 insiden blackout besar melanda berbagai wilayah strategis Indonesia. Mulai dari Bali yang gelap total selama hampir 12 jam, Aceh yang lumpuh lebih dari 36 jam, hingga Bangka, Madura, dan Sumatera yang harus menjalani pemadaman bergilir berhari-hari.
Masalahnya bukan hanya listrik yang padam—tetapi juga kepercayaan publik yang ikut mati perlahan terhadap PLN dan pemerintahan Presiden Prabowo yang masih terus mempertahankan Darmawan Prasodjo sebagai Dirut beserta perangkat rezimnya.
Blackout Beruntun, Infrastruktur Runtuh
Ketua Umum Ikatan Wartawan Online (IWO) sekaligus Koordinator Nasional Relawan Listrik Untuk Negeri (Re-LUN), Teuku Yudhistira merinci, beberapa kasus blackout terbesar yang terjadi di era Darmawan Prasodjo meliputi:
• 29 September 2025 – Aceh Gelap Total Listrik padam serentak sejak pukul 16.22 WIB, merembet ke hampir seluruh wilayah Aceh.
"Diduga akibat kerusakan di pembangkit Nagan Raya dan gangguan transmisi 150 kV Bireuen–Arun. Pemadaman meluas hingga 36 jam. Layanan publik terganggu, rumah sakit beralih ke genset, dan masyarakat meminta transparansi serta kompensasi," tegasnya saat ditemui di Jakarta, Selasa (7/10/2025).
• 2 Mei 2025 – Bali Lumpuh
Kabel laut dari Jawa putus, seluruh Bali padam. PLN butuh hampir 12 jam untuk menormalkan sistem.
“Ironisnya, insiden ini terjadi di tengah puncak musim liburan, memukul sektor pariwisata dan mempermalukan wajah infrastruktur energi nasional di mata dunia,” sebutnya.
• 4 Juni 2024 – Sumatera Selatan Terkapar. Gangguan transmisi SUTET 275 kV membuat sebagian besar wilayah Sumsel, Jambi, Bengkulu, dan Lampung lumpuh.
"Menteri ESDM bahkan harus turun tangan memerintahkan investigasi," ujar Yudhis.
• 11 November 2023 – Bangka Kembali Padam. Tower transmisi di jalur Kenten–Tanjung Api-api roboh diterjang cuaca ekstrem. Pasokan listrik terputus total dari Sumatera ke Bangka. Rumah sakit dan kantor pemerintahan hanya bisa bertahan dengan genset.
• Februari 2022 & Februari 2023 – Madura Tak Pernah Belajar
Dua tahun berturut-turut, Madura mengalami pemadaman masif akibat gangguan kabel transmisi. Hingga 640 ribu rumah terdampak.
"Penyebabnya berulang: jalur pasokan tunggal dari Jawa yang tidak pernah diperkuat," tegas Yudhis.
Digital Tapi Tidak Tangguh
Menurut Yudhistira, transformasi bukan cuma soal aplikasi PLN Mobile.
"Kalau tower masih roboh, kabel laut gampang putus, dan kabel darat dicuri terus-menerus, itu namanya belum menyentuh akar masalah,” tegas Yudhistira.
Ia juga menyoroti respons PLN yang cenderung defensif setiap kali gangguan terjadi. “Selalu cuaca ekstrem, selalu force majeure. Tapi tidak pernah ada penjelasan teknis terbuka soal apa yang sebenarnya rusak, kenapa, dan bagaimana langkah perbaikannya,” sesalnya.
Menurutnya, masyarakat sudah lelah dengan alasan klise yang kerap ditutupi lewat pemberitaan di media nasional.
“Yang rakyat butuh sekarang itu kepastian, bukan permintaan maaf. Pemerintah harus tegas, jika memang sudah tidak mampu, Presiden harus memecat Darmawan Prasodjo, beri posisi Dirut PLN kepada orang yang lebih mampu bekerja, bukan hanya sekedar bicara retorika," tegasnya .
Percaya Diri Deklarasi NZE, Tapi Rumah Sakit Pakai Genset
Lebih jauh Yudhis menyampaikan, PLN boleh saja bicara besar soal target Net Zero Emission (NZE) dan perluasan kendaraan listrik. Tapi bagaimana publik bisa percaya pada masa depan elektrifikasi kalau sistem dasarnya masih rentan tumbang?
“Lucu rasanya bicara transisi energi bersih, tapi rumah sakit harus pakai genset diesel untuk operasi. Percuma punya roadmap NZE kalau sistemnya blackout tiap tahun,” sindir Yudhistira.
Dikatakannya lagi, masyarakat kini menuntut lebih dari sekadar janji transformasi dan konferensi pers.
"Yang dibutuhkan adalah listrik yang andal, sistem yang tangguh, serta kepemimpinan yang tidak bersembunyi di balik jargon teknologi ketika realitasnya justru gelap," pungkasnya.