ORBITRAYA.COM, PEKANBARU - Waktu menunjukkan pukul 13.30 wib, saya baru selsai menunaikan kewajiban sebagai seorang hamba. Sambil melihat Handphone, kulihat ada 1 panggilan tak terjawab di HP ku. Mr. S, beliau yang biasa aku panggil oom, walaupun umur beliau masih relatif muda, hanya beberapa tahun di atas umurku. Ada apa gerangan oom menelphonku ya, gumamku di dalam hati. Dengan penuh tanda tanya ku telphon oom muda ku itu, yang memang akhir2 ini agak kurang berkomunikasi dengan beliau. Telphon pun di angkat beliau, beliau mengajakku bersilaturahim ke Rumah Buya, yang aku juga sudah cukup lama tidak bertemu dengan buya, kata beliau sekalian kita lihat umi “istri buya” yang baru selesai operasi.
Sesampai di Rumah buya, kami bercerita panjang lebar, kami bercerita panjang lebah, mulai dari pak long, pak anjang, pak ngah dan seputaran keluarga besar oom muda ku ini. Walaupun sebenarnya aku tidak punya hubungan kekeraban secara langsung, tapi aku sudah merasa bagian dari keluarga besar. Ada cerita menarik dari buya terkait pak anjang “nama sapaan untuk seseorang” pada masa muda nya yang mungkin akan saya ceritakan di lain waktu..
Seperti kebiasaan lama, sepulang berdiskusi dengan Buya, kami lanjut ngopi di wareh coffee arifin ahmad. Perbincanganpun semakin mendalam, Terkait bebarapa media yang mengutip perdebatan saya atas beda persepsi antar saya denga FKPMR dan PPMR terkait penolakan kandidat Gubernur H.M Nasir yang berpasangan dengan H.M Wardan. Kebetulan oom muda saya ini punya hubungan kekerabatan dengan H.M Wardan.
Sejujurnya saya tidak punya kedekatan dengan H.M Nasir, belum pernah bertemu dan berdiskusi secara langsung dengan beliau. Berbeda dengan hubungan saya dengan pak H.M Wardan, salain kami dalam satu Partai Golkar, beliau juga merupakan mantan Bupati Indragiri Hilir, kampung kelahiran saya. Walaupun sejujurnya karena kesibukan hiruk pikuk pilkada ini saya tidak pernah bertemu dengan beliau. Tapi entah mengapa bebarapa kejadian proses politik beberapa minggu yang lalu, mulai dari di berhentikan beliau dari Ketua Golkar INHIL, Penolakan calon Gubernur yang berpasangan dengan beliau, menggerakkan hati saya, untuk berbicara secara lantang menyampaikan pembelaan terhadap beliau. Munkin ada banyak orang lainnya juga yang tergerakkan hatinya membela beliau dan psangan Gubernur beliau atas persfektif yang keliru bahkan boleh di katakan carakter assassination “pembunuhan karakter”.
Mendengar pembahasan panjang kami ini, oom muda saya menghubungi pak H.M Wardan langsung, walaupun sebenarnya saya bisa saja langsung menghubungi pak Wardan sendiri, karena saya sangat memahami kesibukan beliau dengan hiruk pikuk politik akhir2 ini, dan sore nya sayapun bersilaturahim dan berdiskusi dengan beliau di kediaman beliau.
Perbincangan kami pun terjadi sore itu. Sore itu ketika kami sudah berada di ruang tamu, saya melihat pak Wardan keluar dengan menggendong cucunya yang masih kecil, seorang cucu perempuan yang di gendong pak Wardan, menghampiri kami. Perbincangan awal tentu dengan saling bertanya tentang kabar masing. Hingga pada perbincangan beliau yang telah membaca beberapa komentar saya di media. Sayakan mulai bercerita asbabun nuzul kenapa kemudian itu bermunculan di media, awalnya saya sampaikan kepada beliau bahwa saya memang panganut pemikiran, yang tidak setuju, memperdebatkan hal2 yang “given” dari Tuhan, yang kemudian di kanalisasi jadi kekuatan politik pada ruang publik. Sehingga ada perdebatan di WAG Suara Riau terkait pemberitaan FKPMR dan PPMR yang menolak pasangan bakal calon, karena agak santai pagi itu, saya membuat beberapa poin pernyataan yg saya tulis di WAG. Kemudian salah satu media kemudian mengangkat pernyataan saya itu di media. Karena bagi saya itu adalah kegenitan politik, karena pasangan ini sudah di deklarasikan di publik tentu dengan dukungan partai politik.
Pak Wardanpun dengan santai dan ringan memulai pembicaran beliau, terkait pemecatan beliau sebagai ketua Golkar inhil awalnya, beliau menyatakan bahwa sebenarnya sebelum beliau mendeklarasikan diri beliau sudah menyampaikan bahwa beliau akan maju dengan H.M Nasir kepada ketua DPD Golkar Riau. Yang membuat beliau sedih dan kecewa adalah kenapa secara admistrasi dan tidak di sampaikan kepada beliau langsung, justru beliau mendapatkan karena heboh di media, raut riang muka kecewa dan kesal tentu nampak kesal dari wajah beliau sore itu. Dan di akhir cerita terkait itu beliau sampaikan sampai saat ini beliau masih kader partai Golkar. Tutup beliau, dan ini tentu menjadi poin penilaian saya sendiri terhadap beliau. Padahal semua ini masih dalam proses politik bakal calon.
Hal yang mengejutkan saya kemudian adalah Ketika beliau bercerita terkait FKPMR dan bang Chaidir sebagi ketuanya. Sejujurnya untuk di ketahui oleh publik bahwa beliau secara pribadi sudah bertemu dengan bg Chaidir dan berbincang terkait pencalonan beliau dengan H.M Nasir, bahkan H.M Nasir dan H.M Wardan sudah bersilaturahim dengan LAM Riau dan bersilaturahim di kantor LAM di jalan Dipinegoro, Begitu terkejutnya beliau ketika kejadian ini mencuat ke Publik. Saya masih terdiam mendengar cerita beliau. Dalam hati kecil saya berkata “begitu sopan dan santun serta menjaga tata krama nya orang tua ini”. Beliau lanjut bercerita, Ketika berita ini mencuat ke publik, beliau di telphone oleh pak H.M Nasir yang merupakan pasangan beliau maju di pilgubri mendatang. Sentak saya langsung tertunduk diam, karena ternyata pak H.M Nasir, berdiskusi dengan beliau untuk sama-sama menahan diri atas pernyataan di media tersebut. Dan sikap itu di tunjukkan beliau berdua, walaupun ini sudah melebar ke mana-mana. Sambil menyela pembicaan pak Wardan, saya mohon maaf ke beliau, bagi saya pribadi ini hal prinsip, karena hal2 yang “given” diberikan begitu saja oleh Tuhan, maka itu tidak perlu kita pertentangkan, begitulah bagi saya intelektual “Raushan Fikr” cara berfikirnya, dan saya sejujurnya lebih senang dengan gaya Abuzar Al Ghifari, yang keras dan Tegas dalam sikap dan perbuatan, dengan penuh semangat, tapi beliau mendengarkan saya sambil tersenyum, dengan senyum khas putra Indragiri Hilir. Tak terasa waktu kala itu sudah menunjukkan pukul 18.00, oom muda saya pun menyela perbincangan kami, dia mengingatkan kalau pak H.M Wardan lagi Puasa Senin Kamis, dan sudah dekat waktunya berbuka. Kamipun permisi pamit untuk pulang kepada beliau.
Dalam perjalanan pulang, karena membawa kendaraan yang berbeda kami pulang masing2, dan saya pamit berpisah dengan oom muda saya, karena waktu magrib sudah tiba, saya singgah di salah satu mesjid, untuk menunaikan sholat magrib, selesai melaksanakan ibadah, saya merenung sejenak, saya jadi teringat ceramah Buya Arrazy, yang bercerita tentang Bapak Prabowo Subianto ketika masuk dalam Kabinet Pak Jokowi. Yang di hujat banyak pendukung nya, yang menolak untuk masuk dalam kabinet tersebut, lanjut menurut buya Arrazy, mungkin hati pak Prabowo Subianto lebih “Salamah” di bandingkan beliau yang katanya buya, yang katanya ustadz. Hati pak Prabowo lebih terbebas dari rasa dendam dan benci. Di hati kecil saya, mungkin H.M Nasir dan H.M Wardan lagi mencoba mengikuti seperti pak Prabowo Subianto, yang mana Partai Gerindra yang merupakan partai Bapak Prabowo Subianto, Preseden RI terpilih, telah mendukung pasangan H.M Nasir dan H.M Wardan.
Bintang Cendikia
Pekanbaru, 26 Juli 2024
Pahrijal